DPRD Bandung Bahas Raperda Ketertiban Umum: Mang Agan Tegaskan Penataan Harus Humanis dan Berkeadaban

DPRD Bandung Bahas Raperda Ketertiban Umum: Mang Agan Tegaskan Penataan Harus Humanis dan Berkeadaban

RAGAM RBCOM - DPRD Kota Bandung melalui Panitia Khusus (Pansus) 13 kini tengah membedah rancangan aturan baru yang bakal menjadi fondasi penting bagi wajah kota di masa depan.

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum, Ketenteraman, dan Perlindungan Masyarakat.

Anggota Pansus 13, H. Agus Andi Setyawan, S.Pd.I., menilai perda ini sangat krusial dalam mewujudkan Bandung yang tertib, aman, dan nyaman bagi seluruh warganya.

Raperda ini memiliki arti penting bagi upaya mewujudkan Bandung sebagai kota yang tertib, aman, dan nyaman bagi seluruh warganya,” ujar politisi Fraksi PKS yang akrab disapa Mang Agan.

Menurutnya, tantangan ketertiban kota semakin kompleks. Mulai dari lemahnya penegakan hukum, rendahnya kesadaran masyarakat, hingga terbatasnya fasilitas pendukung.


Yuk gabung channel whatsapp REPUBLIKBOBOTOH.COM untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Persib, Bobotoh, Liga 1, dan ragam berita menarik lainnya seputar Bandung Raya. Klik di sini (JOIN)


“Meningkatnya potensi gangguan keamanan, konflik sosial, hingga gejala individualisme di tengah masyarakat juga menjadi tantangan serius,” ujarnya.

Mang Agan menyoroti pula masalah klasik seperti penataan Pedagang Kaki Lima (PKL), parkir liar, dan pemanfaatan trotoar yang belum kunjung tuntas.

“Banyak trotoar dan ruang publik terganggu oleh aktivitas ekonomi informal yang belum tertata, sehingga menghambat lalu lintas dan mengurangi kenyamanan warga,” tutur Ketua DPD PKS Kota Bandung itu.

Namun, ia menegaskan, penataan tidak boleh represif. Pemerintah harus tetap memperhatikan aspek sosial dan ekonomi pelaku usaha kecil, dengan kebijakan yang manusiawi tapi tegas.

“Penataan tersebut perlu dilakukan secara manusiawi namun tetap tegas, dengan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi para pelaku usaha kecil,” katanya.

Menurut Mang Agan, lemahnya implementasi perda selama ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran hukum masyarakat, minimnya pengawasan, dan kurangnya infrastruktur pendukung.

“Trotoar rusak, penerangan jalan yang minim, hingga jalan berlubang turut berkontribusi pada meningkatnya potensi kriminalitas dan rasa tidak aman di ruang publik,” paparnya.

Ia juga menyoroti keberadaan gelandangan, pengemis, dan pengamen, yang mencerminkan belum kuatnya sistem sosial dalam melindungi kelompok rentan.

“Penanganannya jangan hanya bersifat represif, tetapi juga harus memberikan solusi sosial yang berkelanjutan,” tegasnya.

Mang Agan menilai, keberadaan regulasi hanyalah satu sisi dari solusi. Tanpa peningkatan kapasitas aparat, perbaikan sarana kota, dan penguatan partisipasi publik, perda hanya akan menjadi dokumen administratif tanpa roh.

Raperda ini harus menjadi instrumen yang benar-benar hidup di tengah masyarakat, bukan sekadar dokumen administratif,” ujarnya.

Menurutnya, Raperda baru ini merupakan penyempurnaan dari Perda Nomor 9 Tahun 2019 tentang Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan (K3), yang selama ini dinilai masih memiliki celah pengawasan.

“Banyak aspek penataan kota yang masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Kota Bandung. Mulai dari pengelolaan kebersihan, penertiban reklame dan parkir liar, pengendalian drainase dan sungai, hingga tata kelola fasilitas umum,” jelasnya.

Pansus 13 menegaskan, Raperda Ketertiban Umum ini tidak hanya akan memperkuat sisi sanksi, tetapi juga mengedepankan pembinaan dan kolaborasi warga.

“Ketertiban bukan semata urusan penindakan, tapi juga hasil pembiasaan dan partisipasi publik. Raperda ini harus menjadi sarana pembinaan, bukan sekadar penegakan,” tambahnya.

Beberapa isu strategis yang menjadi sorotan dalam pembahasan antara lain:

1.Penataan dan pengawasan reklame agar sesuai estetika dan keselamatan kota,

2.Pengendalian limbah rumah tangga serta penataan lingkungan permukiman,

3.Penertiban aktivitas di bantaran sungai dan ruang publik,

4. Pengaturan aktivitas masyarakat di malam hari dan kawasan padat penduduk, serta

5. Penguatan koordinasi antarperangkat daerah dalam pengawasan lapangan.

Sebagai penutup, Mang Agan menegaskan bahwa arah Raperda ini harus berpijak pada prinsip keadilan, kemanusiaan, dan keberlanjutan lingkungan.

“Bandung adalah kota besar yang harus dikelola dengan nilai-nilai ketertiban yang humanis. Penerapan peraturan harus menumbuhkan kesadaran, bukan ketakutan. Mari kita tata Bandung bersama agar semakin bersih, tertib, dan berkeadaban,” pungkasnya.***

Follow Berita Republik Bobotoh di Google News

Penulis: Tim Republik Bobotoh | Editor: Daddy

Piksi

Berita Terkini