REPUBLIK BOBOTOH - Kiprah Persib Bandung di era 1980-an hingga 1990-an memang fenomenal. Selain mencatatkan sebagai tim terakhir yang menjadi juara Perserikatan, Maung Bandung juga sukses menjadi juara Liga Indonesia I musim 1994/1995.

Hebatnya Persib meraih gelar juara Ligina I dengan modal pasukan 100 persen lokal, mulai dari staf pelatih hingga pemain di saat klub-klub lain mulai beralih menggunakan pemain asing.

Salah satu pilar lokal andalan Persib kala menjadi juara Ligina I musim 1994/1995 adalah Yadi Mulyadi. Selain punya postur ideal untuk seorang bek, Yadi juga punya kemampuan bertahan yang mumpuni.

Kehadiran Yadi membuat lini perahanan Maung Bandung tetap menjadi salah satu yang terbaik sejak Adeng Hudaya pensiun ditambah Dede Iskandar mulai memasuki senja kariernya.

Yadi adalah pasangan ideal untuk Robby Darwis di jantung pertahanan Persib. Dia menjadi benteng kokoh yang membuat Persib jadi tim dengan pertahanan terbaik.

Buktinya di fase wilayah grup, gawang Persib hanya kebobolan 15 kali. Terbaik dari 34 tim yang bertarung di Ligina I. Ketangguhan lini belakang Persib juga terbukti di babak 8 besar hingga final karena hanya kebobolan sekali.

Total sepanjang Ligina I musim 1994/1995 berlangsung, Persib mencetak 61 gol (54 gol di fase wilayah, 7 gol di 8 besar hingga final) dan hanya kebobolan 16 kali.

Sebelum bergabung dengan Persib, Yadi memilih berkarier di kompetisi Galatama dengan Petrokimia Gresik pada tahun 1989, meski dia sebenarnya 'urang' Bandung. Keputusan gabung dengan klub asal Jawa Timur itu, tak lepas dari statusnya sebagai mahasiswa Universitas Dr. Soetomo Surabaya.

Tapi karier Yadi bersama Petrokimia berakhir kurang baik. Dia merasa disingkirkan dan akhirnya memilih kembali ke Bandung dan bergabung dengan Persib.

Di musim pertamanya, Yadi langsung moncer dan terlibat dalam skuat yang akhirnya sukses menjuarai kompetisi Perserikatan edisi terakhir pada musim 1993/1994.

Selang semusim kemudian ketika Perserikatan dilebur dengan Galatama ke dalam satu wadah kompetisi Liga Indonesia (Ligina), garis nasib mempertemukan kembali Yadi dengan klub yang sebelumnya memilih membuang dia, Petrokimia, tapi sebagai 'musuh'.

Dua kali Yadi dan skuat Maung Bandung bertemu Petrokimia. Pertama di laga pembuka Grup B babak 8 besar yang berakhir dengan skor imbang tanpa gol dan kedua di laga final.

Tentu yang paling berkesan bagi pria kelahiran 27 Desember 1969 tersebut adalah di final Ligina 1. Yadi jadi pilar penting karena dia bersama Robby sukses membuat duet penyerang tajam Petrokimia, Jacksen F Tiago dan Widodo C Putro tak banyak berkutik sepanjang laga.

Persib akhirnya menjadi juara setelah menang 1-0 atas Petrokimia lewat gol tunggal Sutio Lamso. Pencapaian luar biasa untuk Persib yang awalnya diragukan dan menjadi momen tepat bagi Yadi untuk membalas 'sakit hatinya' kepada Petrokimia.

"Bahkan saya pernah dibuang Petrokimia). Saat itu perasaan saya gundah sekali ketika kontrak saya tidak lagi diperpanjang Petrokimia Putra," kata Yadi saat itu dikutip dari Tabloid Gema Olahraga (GO) edisi Selasa 12 September 1995.

Yadi di era 1990-an merupakan salah satu pemain Persib yang kerap dipanggil timnas Indonesia dan membuktikan kualitasnya sebagai salah satu bek terbaik. Bahka, tim tetangga Persib, Bandung Raya juga sempat meminjam jasa Yadi Mulyadi saat tampil di Piala Winners Asia 1996.

Setelh pensiun Yadi mencoba menjajal dunia kepelatihan dan sempat terlibat membina tim junior atau kelompok usia Persib. Saat ini, dia sibuk menjalani profesinya sebagai PNS di Pemkot Bandung.

Salah satu kegiatannya adalah ikut bertanggung jawab mengurus Stadion Sidolig yang bersejarah dan kini bernama Stadion Persib serta difungsikan sebagai Mess Persib dan tempat latihan.**

VIDEO