REPUBLIKBOBOTOH.COM - Karir Shahril Ishak di Persib kurang begitu mulus, padahal di Singapura dia dijuluki sebagai Golden Boy. Shahril adalah salah satu gelandang kreatif terbaik yang dimiliki Negeri Singa.
Didatangkan oleh Daniel Darko Janackovic, namun sayangnya pelatih asal Serbia itu akhirnya ditendang manajemen Persib sebelum kompetisi musim 2010-2011 berlangsung akibat hasil buruk pramusim. Kursi pelatih langsung digantikan asistennya, Jovo Cuckovic.
Yuk gabung channel whatsapp REPUBLIKBOBOTOH.COM untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Persib, Bobotoh, Liga 1, dan ragam berita menarik lainnya seputar Bandung Raya. Klik di sini (JOIN)
Di tangan Jovo sama saja, dengan keterbatasan bahasa, dia tidak bisa berkomunikasi baik dengan pemain. Persib mengalami 4 kali kekalahan di 6 laga awal musim 2010-2011, rentetan hasil buruk sepanjang putaran pertama membuat menejemen gerah, hingga akhirnya Jovo pun ikut mundur, dan digantikan Daniel Roekito.
Pada paruh musim, Persib akhirnya mendepak duo Singapura Shahril Ishak, Baihakki Khaizan, dan Pablo Frances.
Dihubungi melalui sambungan telepon belum lama ini, Shahril menceritakan pengalaman selama membela Persib. Menurutnya apa yang dia bayangkan sebelumnya ketika kursi kepelatihan berganti berubah 180 derajat.
Situasi sulit harus dihadapi pemain yang identik dengan nomor punggung 17 itu, dia harus mengalah karena Daniel Roekito lebih memilih Eka Ramdani sebagai playmaker di tim Maung Bandung, dan harus rela bermain di posisi sesuai selera pelatih waktu itu.
"Posisi saya di belakang striker, posisi nomor 10. Kalau ada pemain inti yang cedera, saya baru main. Jadi waktu itu meski saya memberikan 1000 persen di pertandingan tidak akan cukup. Walau saya dimainkan di kanan atau kiri, tapi saya tidak merasa puas.
"Saya tipe pemain bebas. Ketika saya diberi kebebasan, penampilan saya akan tinggi. Jadi saya dikurung di sana (bench), sempit bagi saya waktu itu, saya banyak memulai laga dari bangku cadangan," tutur Shahril.
Shahril melanjutkan, pada saat itu Daniel Roekito lebih memilih youngster lokal dalam susunan first-eleven ketimbang pemain asing atau pemain berpengalaman. Terlepas memang pemilihan starter adalah mutlak keputusan pelatih waktu itu, atau ada campur tangan pihak lain.
"Rata-rata semua pemain lokal yang hebat itu pun jadi masalah, sebab pelatih tidak tahu siapa yang akan bermain. Tapi yang 100 persen menjadi tumpuan tim waktu itu adalah pemain lokal.
"Kita punya dua striker top (Cristian Gonzales dan Pablo Frances), di posisi saya ada Eka (Ramdani), akan jadi masalah kalau Eka dicadangkan, tidak benar. Atep di kanan, di kiri dulu ada Jejen (Zaenal Abidin) dan Siswanto.
"Semua rising star, mereka ingin naik. Jadi waktu itu saya berpikir, kenapa saya bisa berada di sini (situasi sulit). Saya ingin berkontribusi untuk Persib, tapi saya selalu dicadangkan. Saya selalu diturunkan saat away game, saya starting line-up di dua-tiga game away.
"Kamu tahu kalau di away game, first-eleven-nya tidak benar, boleh dibilang second team. Jadi hasilnya tidak bagus. Ini tidak benar, saya starting di away game, tapi di kandang saya cadangan. Saya ingat, saya hanya diberi kesempatan 5 menit ketika main di kandang, itu yang membuat saya down," lanjut cerita Shahril.
Dengan penuh pertimbangan, Shahril akhirnya memutuskan hengkang dari Persib demi karir sepakbolanya. Setelah bertemu dengan Umuh Muchtar (manajer Persib), dan menjelaskan permasalahannya, akhirnya Shahril mendapat lampu hijau untuk memilih tim baru saat bursa transfer paruh musim.
"Saya cukup setengah musim saja, bukan saya yang dibuang. Saya berbicara sama Pak Haji (Umuh) di rumahnya, dia baik. Saya bilang, saya harus mendapatkan menit bermain, kalau pelatih tidak memerlukan saya, buat apa di sini, lebih baik saya pindah.
"Sebagai pemain profesional saya harus mendapatkan menit bermain, walau Persib membayar saya mahal, tapi tidak memberikan kontribusi, buat apa. Lalu Pak Haji membebaskan saya (memilih klub baru)," tutup cerita Shahril.
Shahril akhirnya menyebrang ke klub Indonesia Premier League, Medan Chief di sisa musim 2010-2011. Musim selanjutnya dia pulang kampung membela Lion XII yang tapil di Liga Malaysia.
Satu musim berseragam Lion XII, Shahril lalu bergabung Johor Darul Takzim selama dua musim, hingga akhirnya kembali ke Singapura berlabuh di Warriors FC, dan saat ini di usia yang tak lagi muda, 36 tahun, Shahril bermain untuk Home United yang sekarang berganti nama menjadi Lion City Sailors FC.
Dalam perjalanan karirnya, Shahril sudah mengemas 138 caps bermain untuk Tim Nasional Singapura, dengan menyumbang 46 gol. Pencapaian terbaiknya adalah ketika mengatarkan Singapura menjadi juara Piala AFF 2012, dan Shahril dinobatkan sebagai pemain terbaik di kejuaraan sepakbola negara-negara Asia Tenggara tersebut.
(Firman Fauzi)
Follow Berita Republik Bobotoh di Google News
Editor: M Taufik