Aksi damai Aremania di Kantor DPRD Kota Malang, Kamis 20 Oktober 2022. (Twitter/@DarmaSeno1)
REPUBLIK BOBOTOH - Aremania turun ke jalan menggelar aksi menuntut pengusutan secara tuntas kasus Tragedi di Kanjuruhan yang merenggut banyak korban jiwa.
Ratusan Aremania mendatangi Gedung DPRD Kota Malang untuk menyampaikan aspirasi terkait tragedi Kanjuruhan.
Dikutip dari Antara, Aremania yang mengikuti aksi di Gedung DPRD Kota Malang, mayoritas mengenakan baju berwarna hitam.
Tak ada pembacaan tuntutan terkait tragedi Kanjuruhan, tetapi di antara mereka membawa sejumlah spanduk dengan beragam tulisan aspirasi terkait peristiwa memilukan pada 1 Oktober 2022.
Baca Juga : Karena Alasan Ini, Manu Kursus Bahasa Indonesia
Di antaranya spanduk bertuliskan: “Jika Sepak Bola Jadi Pemersatu Bangsa, Kenapa Harus ada Korban Jiwa”.
Selain itu, juga ada spanduk bertuliskan: “Mana Keadilan Bagi Ratusan Nyawa”, “Tangis Seorang Ibu Tidak Bisa Dibayar Dengan Kata Maaf”, “Revolusi PSSI” dan “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia #USUTTUNTAS”.
Ratusan Aremania menyudahi aksi damai dan kembali menuju ke Stadion Gajayana untuk membubarkan diri.
Aremania juga sempat melakukan aksi diam di Alun-alun Tugu Kota Malang dengan membawa beragam spanduk serta pakaian serba hitam.
Sementara di jagat maya, hastag #SUPORTERMELAWAN menjadi trending topic di lini media sosial, Twitter sejak Kamis siang hingga malam, 20 Oktober 2022.
Baca Juga : Jadwal Pertandingan Piala Dunia 2022 Grup G dan H
Salah satu yang menarik perhatian adalah cuitan dari akun Twitter Mafia Wasit.
"Jika FIFA dan pemerintah enggak boleh intervensi PSSI, baiklah biar kami suporter Indonesia yang akan intervensi mereka! Bismillah #SuporterMelawan," cuit akun Mafia Wasit.
Cuitan tersebut disinyalir merupakan bentuk protes suporter sepak bola kepada pengurus PSSI yang enggan mundur sebagai bentuk tanggung jawab moril kepada para korban tragedi Kanjuruhan.
Meski Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) telah merekomendasikan mundur kepada Ketua Umum PSSI dan seluruh Komite Eksekutif, tetapi para petinggi federasi rupanya 'cuek' dan masih berlindung di bawah aturan-aturan normatif.**