RBNEWS - Stabilitas sektor jasa keuangan di 2022 terus membaik di tengah optimisme dalam menjaga pertumbuhan ekonomi semakin positif seiring membaiknya berbagai indikator perekonomian dan kinerja sektor jasa keuangan domestik.

Hal ini diperkuat pengumuman pemerintah untuk mengakhiri tanggap darurat pandemi, yang akan menjadi modal utama bagi pertumbuhan tahun 2023.

Kepala OJK Regional 2 Jawa Barat Indarto Budiwitono dalam Media Update bersama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat mengemukakanyTingginya optimisme terhadap prospek perekonomian nasional tercermin dari perkembangan pasar modal yang mencatatkan penambahan 71 emiten di tahun 2022, merupakan yang terbesar selama ini. Begitu juga dengan kredit perbankan dan piutang pembiayaan yang masing-masing tumbuh 11,35% dan 14,2%, lebih tinggi dari rerata 5 tahun sebelum pandemi di kisaran 8,9% dan 4,4%.

Kegiatan Media Update yang digelar di Bandung, Selasa 14 Februari 2023 ini juga dihadiri Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat Erwin Gunawan Hutapea, Jajaran Direktur OJK Kantor Regional 2 Jawa Barat Misran Pasaribu dan Aulia Fadly, serta Jajaran Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat Bambang Pramono, Jeffri D. Putra dan Achris Sarwani.

Indarto menjelaskan, premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh sebesar 13,9% mencapai Rp119 triliun. Namun, premi asuransi jiwa tahun 2022 mengalami kontraksi sebesar 7,8%. Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak ada opsi lain selain menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi sejumlah perusahaan asuransi jiwa dalam waktu dekat.

"Ke depan, ruang pertumbuhan lembaga jasa keuangan masih terbuka lebar mengingat terjaganya profil risiko yang didukung oleh kecukupan likuiditas dan permodalan. Risiko kredit Perbankan dan Perusahaan Pembiayaan konsisten dalam tren membaik, tercermin dari rasio NPL Perbankan sebesar 2,4% di Desember 2022 (2021: 3%) dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan menjadi 2,3% (2021: 3,5%)," paparnya.

Menurutnya, sepanjang 2022, restrukturisasi kredit Covid-19 Perbankan turun signifikan menjadi sebesar Rp469 Triliun dari puncaknya sebesar Rp830 triliun (Oktober 2020), didukung dengan meningkatnya coverage pencadangan 24,3% dari total kredit yang direstrukturisasi. Sehingga masa restrukturisasi siap diakhiri pada akhir Maret 2023, kecuali untuk beberapa sektor padat karya yang akan diperpanjang hingga Maret 2024.

Tingginya permodalan LJK juga memberikan bantalan yang memadai untuk menyerap risiko dan menunjang kebutuhan penyaluran pembiayaan. Capital Adequacy Ratio (CAR) Perbankan tercatat sebesar 25,6%, sedangkan Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 327% dan 484,2%. Gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,1 kali, jauh dibawah threshold sebesar 10 kali.

Sementara di Jawa Barat, stabilitas sistem keuangan Jawa Barat di akhir tahun 2022 juga semakin bertumbuh dan dalam kondisi terjaga. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) masyarakat oleh Perbankan Jawa Barat bertumbuh sebesar 3,83% yoy dengan penyaluran kredit/pembiayaan yang juga tumbuh positif sebesar 8,64% yoy.

Di tengah perkembangan intermediasi keuangan tersebut, risiko kredit perbankan di Jawa Barat masih pada level yang manageable dan membaik dari periode sebelumnya dengan indikator Non-Performing Loan (NPL) gross Desember 2022 sebesar 3,25% (Desember 2021: 3,69%).

Sementara dari penetrasi pasar modal di Jawa Barat, jumlah Single Investor Identification (SID) tercatat bertumbuh 45% menjadi sebanyak 2,29 juta atau 22,3% dari total SID Nasional dan menempati posisi pertama yang didominasi oleh investor ritel. Adapun transaksi saham per Desember 2022 mencapai Rp446 triliun atau sekitar 9,2% dari transaksi Nasional.

Senada dengan nasional, jumlah restrukturisasi kredit Covid-19 Perbankan di Jawa Barat juga semakin melandai di angka Rp78,3 Triliun atau 14,3% dari total kredit/pembiayaan yang disalurkan oleh Perbankan Jawa Barat. Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 23% dibandingkan kredit restrukturisasi di tahun 2021 seiring mulai bangkitnya dunia usaha dan pelonggaran kebijakan PPKM.

Adapun untuk tahun 2023, OJK optimis bahwa tren positif kinerja sektor keuangan akan berlanjut. Kredit Perbankan diproyeksikan tumbuh sebesar 10% s.d. 12%, didukung pertumbuhan Dana Pihak Ketiga sebesar 7% s.d. 9%. Di Pasar Modal, nilai emisi ditargetkan sebesar Rp200 Triliun dan dapat mencapai nilai lebih besar dalam hal didukung oleh kondisi perekonomian yang semakin membaik. Di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB), piutang pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan diproyeksikan tumbuh 13% s.d. 15% sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat. Sementara, aset asuransi jiwa dan asuransi umum diperkirakan tumbuh sebesar 5% s.d. 7% di tengah program reformasi yang dilakukan OJK. Selain itu, aset Dana Pensiun diperkirakan juga tumbuh 5% hingga 7%.

Sementara itu, Pengesahan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) menuntut alokasi sumber daya yang besar dalam tindak lanjutnya, sehingga dibutuhkan reformasi internal kelembagaan OJK, melalui penyempurnaan kebijakan serta transformasi organisasi dan SDM.

Fokus OJK dalam implementasi UU P2SK adalah menyiapkan proses transisi yang lancar dan tidak menimbulkan guncangan di tengah tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global. Untuk itu, OJK mengharapkan keterlibatan aktif dari seluruh stakeholders dalam proses implementasi UU P2SK termasuk sinergi dengan otoritas dan lembaga terkait dalam proses transisi untuk kewenangan yang baru dimandatkan kepada OJK.