Pemain Persib menenangkan bobotoh saat kericuhan terjadi di laga kontra Persija pada Ligina V musim 1998-1999. (Capture Tabloid Bola)
REPUBLIKBOBOTOH.COM - Kekerasan dalam pertandingan sepak bola, baik melibatkan pemain, ofisial maupun penonton, masih jadi problem yang terus berulang terjadi di kompetisi Liga Indonesia.
Peristiwa tragedi di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022, menjadi salah satu catatan paling kelam dalam sejarah kompetisi sepak bola di Indonesia, ketika lebih dari 100 orang penonton meninggal akibat kericuhan setelah laga Arema vs Persebaya.
Sejarah juga mencatat beberapa kali kericuhan terjadi di pertandingan sepak bola Indonesia. Pada era Liga Indonesia, kericuhan terbilang cukup sering terjadi, seperti di Ligina musim 1998-1999 yang saat itu memasuki musim kelima sejak kompetisi Perserikatan dan Galatama dilebut.
Bahkan, kompetisi Ligina V musim 1998-1999, nyaris dihentikan di tengah jalan akibat kericuhan, terutama yang melibatkan suporter cukup sering terjadi.
Baca Juga : Jadwal Final Piala Asia 2023 Qatar vs Yordania: Kick-off, Venue dan Jam Tayang TV
Salah satunya terjadi pada pertandingan Persib Bandung vs Persija Jakarta yang di Stadion Siliwangi, Minggu 14 Februari 1999.
Kericuhan terjadi karena ribuan bobotoh yang hadir langsung menyaksikan duel Persib vs Persija, tidak terima dengan kekalahan yang dialami Maung Bandung dari Macan Kemayoran.
Saat itu, bobotoh yang meluber hingga pinggir lapangan ricuh dan bertindak liar dengan memasuki lapangan hingga menyalakan petasan. Upaya para pemain Persib menenangkan tidak cukup mengendalikan emosi para bobotoh.
Tidak hanya pemain yang terganggu akibat lemparan petasan dan benda-benda lainnya yang dilempar oknum bobotoh, jurnalis pun ada yang menjadi korban. Kericuhan juga meluas ke luar Stadion Siliwangi, di mana banyak fasilitas publik maupun pribadi milik warga yang dirusak.
Emosi bobotoh tak terkendali, karena kekalahan Persib dari Persija Jakarta membuat Maung Bandung gagal lolos ke 10 besar. Persib yang membutuhkan kemenangan takluk 1-3 dari Persija dan di laga lainnya, Petrokimia Gresik imbang kontra PSBL Lampung.
Di klasemen akhir Grup B wilayah barat yang dihuni 5 tim, Persib menempati posisi ketiga dengan mengoleksi 10 poin, selisih 3 poin dari Petrokimia dan 5 poin dari Persija.
Kericuhan tidak hanya di Bandung, sebelumnya juga terjadi di Stadion 10 November, Surabaya dalam laga Persebaya vs Persema Malang pada Minggu 7 Februari 1999. Bahkan tingkat keparahannya lebih terasa dibandingkan yang terjadi di Bandung. Laga Persebaya vs Persema dihentikan prematur saat kedudukan imbang 2-2.
Kapolwiltabes Bandung saat itu, Dody Sumantyawan seperti dikutip dari laporan Tabloid Bola mengatakan, kericuhan yang terjadi di Bandung masih dalam batas yang bisa ditoleransi sehingga aparat tidak perlu melakukan tindakan represif.
Namun, yang jelas kericuhan suporter di Bandung dan Surabaya saat itu, sempat mendorong aparat keamanan baik Polri maupun TNI untuk mempertimbangkan memberi rekomendasi menghentikan penyelenggaraan kompetisi Ligina V musim 1998-1999. Apalagi situasi sosial, politik dan ekonomi Indonesia saat itu, cukup labil pasca reformasi.
Meski ada desakan dihentikan, kompetisi Ligina V musim 1998-1999 akhirnya tetap dilanjutkan dan laga finalnya yang mempertemukan Persebaya vs PSIS Semarang digelar di Manado karena alasan keamanan. PSIS akhirnya menjadi juara setelah mengandaskan Persebaya dengan skor 1-0.**