H. Soni Daniswara, S.E., Anggota Pansus 12 DPRD Kota Bandung. (Ist)
RAGAM RBCOM - Di tengah maraknya kegiatan pengumpulan donasi, baik secara langsung maupun daring, DPRD Kota Bandung melalui Panitia Khusus (Pansus) 12 tengah merumuskan regulasi baru untuk memperkuat pengawasan dan akuntabilitas lembaga sosial.
Regulasi tersebut berupa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Kedua atas Perda Kota Bandung Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial, yang kini sedang dibahas intensif.
Langkah pembaruan ini diambil karena Perda tahun 2012 dianggap sudah tidak relevan dengan dinamika sosial dan teknologi terkini, terutama setelah terbitnya Peraturan Menteri Sosial (Permensos) terbaru yang mengatur tata kelola kegiatan sosial, termasuk pengumpulan uang dan barang (PUB).
“Perda lama tahun 2012 sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan aturan pusat. Sekarang banyak kegiatan donasi dilakukan secara online, sehingga perlu ada regulasi baru yang mengatur mekanisme dan pengawasannya,” ujar H. Soni Daniswara, S.E., Anggota Pansus 12 DPRD Kota Bandung.
Donasi Online Jadi Sorotan
Soni menyoroti tren donasi daring yang kini makin marak dilakukan oleh lembaga maupun individu. Namun, di sisi lain, belum semua kegiatan tersebut memiliki sistem pelaporan dan audit yang memadai.
“Mungkin mereka bisa mengklaim telah membantu seseorang atau suatu daerah yang terkena bencana. Tapi kalau didata berapa banyak bantuan yang disalurkan dan ke mana saja, sering kali tidak lengkap. Nah, hal-hal seperti ini yang nanti akan diatur,” jelasnya.
Melalui Raperda baru ini, DPRD ingin memastikan setiap rupiah donasi tercatat dan terawasi, baik yang dikumpulkan secara konvensional maupun digital.
“Kami ingin ke depan tidak ada lagi praktik penghimpunan dana yang tidak jelas asal-usul maupun penggunaannya. Semua harus tercatat, diaudit, dan bisa diawasi oleh publik,” ujarnya.
LKS Harus Fokus pada Tujuan Sosial
Data Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung mencatat terdapat sekitar 90 Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) yang terdaftar, namun hanya sekitar 60 lembaga yang masih aktif.
Soni menilai hal itu menunjukkan perlunya penertiban dan pembenahan fungsi lembaga sosial, agar benar-benar menjalankan perannya untuk masyarakat.
“LKS harus kembali ke tujuan awal, yaitu membantu penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Kalau ada lembaga yang hanya mengatasnamakan yayasan untuk mengumpulkan dana tanpa output yang jelas, itu perlu diawasi,” tegasnya.
Selain itu, Raperda baru akan menjadi pedoman bagi LKS dalam menjalankan kegiatan sosial, termasuk pengumpulan uang, barang, hingga undian berhadiah yang kerap dilakukan untuk kegiatan amal.
Aturan ini juga memperkuat sistem izin, pengawasan, dan audit publik, sehingga masyarakat bisa menyalurkan donasi dengan lebih aman dan terjamin.
Turunan dari Regulasi Nasional
Soni menjelaskan, penyusunan Raperda ini merupakan bentuk penyesuaian terhadap regulasi Kementerian Sosial yang baru diterbitkan, dan masih sedikit pemerintah daerah yang memilikinya.
“Sepertinya belum banyak wilayah yang sudah punya perda turunan dari peraturan Kementerian Sosial ini, karena memang masih tergolong baru,” pungkasnya.
Dengan adanya perda baru ini, DPRD berharap setiap lembaga sosial di Kota Bandung dapat bekerja lebih transparan dan profesional, sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap kegiatan sosial di kota ini.***