Flashback: Ini Dia Klub Ibu Kota Paling Dibenci Persib dan Bobotoh di Era 1990-an

Flashback: Ini Dia Klub Ibu Kota Paling Dibenci Persib dan Bobotoh di Era 1990-an Pertandingan pembuka Liga Indonesia I musim 1994/1995 antara Persib kontra Pelita Jaya di Stadion Utama Senayan atau kini Stadion Utama Gelora Bung Karno. (Indosport)

REPUBLIK BOBOTOH - Pertemuan Persib Bandung dan Persija Jakarta memang kerap ditunggu-tunggu, tak hanya oleh bobotoh maupun Jakmania, juga oleh penikmat sepak bola di tanah air.

Persib dan Persija sekarang faktanya lebih diakui sebagai el clasico-nya Indonesia. Tapi itu tak mengubur fakta jauh sebelumnya, jika rivalitas Maung Bandung dan Macan Kemayoran terkesan 'hangat-hangat kuku'. Dari sisi suporter pun, nyatanya ketika itu, lebih dikuasai bobotoh, bahkan saat berman di Ibu Kota sekalipun, baik di Stadion Menteng maupun Stadion Utama Senayan.

Di era Perserikatan hingga setidaknya Liga Indonesia akhir 1990-an, masih lebih panas pertemuan Persib dengan PSMS Medan. Sebab kedua tim sempat bersaing sengit di era 1980-an atau dengan PSM Makassar di awal era 1990-an.

Selain dengan klub-klub Perserikatan, Persib juga memiliki musuh yang cukup 'dibenci', bahkan bukan hanya oleh Persib, juga sebagian besar klub-klub di Indonesia saat itu.

Rivalitas Persib vs Pelita


Yuk gabung channel whatsapp REPUBLIKBOBOTOH.COM untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Persib, Bobotoh, Liga 1, dan ragam berita menarik lainnya seputar Bandung Raya. Klik di sini (JOIN)


Klub tersebut adalah Pelita Jaya yang dimiliki pengusaha Nirwan Bakrie yang dikenal gila sepak bola. Pelita Jaya memiliki citra sebagai tim kaya dan ambisius, sementara Persib mewakili kesederhaan klub-klub Perserikatan yang mengandalkan spirit kedaerahan.

Pelita memang ambisius mereka ibarat tim 'sultan' karena kerap mendatangkan pemain bintang, baik lokal maupun asing.

Di Liga Indonesia I musim 1994/1995 ketika PSSI mengizinkan klub-klub mulai menggunakan pemain asing, Pelita memboyong trio pemain Serbia Montenegro -sebelum kedua negara berpisah- yakni Dejan Glusevic, Miodrag Bozovic dan Milorad Bajovic.

Pelita juga kemudian dalam perjalanannya sempat membuat sensasi dengan mendatangkan legenda sepak bola Kamerun, Roger Milla dan anggota timnas Kamerun di Piala Dunia 1990 dan 1994, Maboang Kessack serta pahlawan Argentina di Piala Dunia 1978, Mario Kempes.

Di barisan pemain lokal mereka juga memiliki banyak pemain berkualitas seperti Ansyari Lubis, Bonggo Pribadi, Listiyanto Rahardjo dan Buyung Ismu. Lalu sejumlah pemain dari proyek PSSI Primavera, di antaranya Kurnia Sandy, Aples Tecuari, Kurniawan Dwi Yulianto, Indrianto Nugroho, Eko Purjianto dan lainnya.

Singkat kata Pelita dari sisi materi pemain di atas kertas adalah tim mewah dan salah satu kandidat juara. Tapi kenyataannya mereka tak pernah meraih mahkota sejak era Ligina. Tak ada lagi dominasi Pelita seperti saat mereka bertanding di Galatama. Justru Persib yang 'sederhana' bisa jadi kampiun Ligina I.

Di lain sisi, Persib adalah citra tradisional yang masih kuat memegang prinsip menjaga 'kearifan lokal'. Tapi di situ letak kekuatan utama Maung Bandung ketika itu, selain didukung talenta alami berkualitas, juga ditopang spirit kuat dalam diri masing-masing individu.

Jadinya menarik dan panas setiap Persib dan Pelita Jaya bertarung. Tapi kenyataannya, Persib sejak era Piala Utama, turnamenyang mempertemukan tim-tim terbaik dari Galatama dan Perserikatan selalu kesulitan menghadapi Pelita.

Insiden Semifinal Piala Utama 1990

Salah satu pertandingan yang pastinya masih diingat bobotoh yang sudah mengikuti perkembangan Persib sejak era Perserikatan adalah ketika Persib jumpa Pelita Jaya di semifinal Piala Utama 1990, tepatnya pada 25 November 1990.

Kedua tim bertarung sengit sepanjang laga di Stadion Senayan yang ketika itu dikuasai bobotoh. Pertandingan berlangsung seru dan panas dari sejak kick-off sampai peluit akhir.

Pelita unggul lewat Alexander Saununu di menit 16, lalu disamakan oleh Djadjang Nurdjaman hanya selang 4 menit kemudian. Persib balik unggul lewat Sutiono Lamso pada menit 60.

Tapi Pelita tidak menyerah dan menyamakan skor lewat bintang mereka, Rully Neere di menit 84. Bahkan Pelita membuat Persib kalah menyakitkan setelah Bambang Nurdiansyah mencetak gol di menit 89.

Gol Banur di penghujung laga memicu protes keras dari para pemain Persib kepada wasit I Wayan Sukardja karena menganggap striker Pelita itu berdiri dalam posisi offside.

Di tribun penonton, puluhan ribu bobotoh juga ikut panas. Dinukil dari Majalah Tempo edisi 1 Desember 1990, bobotoh tak terkendali dan merusak sejumlah fasilitas Stadion Senayan.

Pelita akhirnya lolos ke final, tapi di laga puncak klub kaya yang berani membayar pemainnya dengan mahal itu tumbang di tangan Persebaya dengan skor 2-3 lewat duel selama 120 menit.

Pelita Tim Paling Dibenci Persib Sepanjang 1990-an

Panasnya persaingan Persib dan Pelita kemudian berlanjut di era Liga Indonesia. Kebetulan kedua tim terpilih menjadi pembuka lembaran baru dalam sejarah kompetisi sepak bola di Indonesia.

Tepatnya pada 27 November 1994, Persib dan Pelita bertarung dalam laga pembuka di Stadion Utama Senayan. Pelita hadir sebagai juara Galatama dan Persib juara Perserikatan.

Pelita memiliki Miodrag Bozovic, bek tangguh yang didatangkan dari Red Star Belgrade (Crvena Zvezda) yang saat itu termasuk salah satu tim yang disegani di Eropa. Kemudian Milorad Bajovic dan Dejan Glusevic.

Kembali Persib dan bobotoh dibuat merana oleh Pelita setelah sundulan Dejan Glusevic merobek jala gawang Maung Bandung yang sepanjang pertandingan sebenarnya sukses mendikte permainan.

Setelahnya Pelita selalu menjadi musuh nomor satu untuk Persib dan bobotoh. Stadion Siliwangi selalu penuh disesaki bobotoh, bahkan hingga luber ke pinggir lapangan.

Ketika giliran bermain di markas Pelita pun, acap Stadion Lebak Bulus lebih dikuasai oleh bobotoh ketimbang suporter Pelita yang setiap laga jumlahnya hanya ratusan. Bahkan beberapa kali harus digelar di Stadion Utama Senayan agar antusiasme bobotoh bisa tertampung.

Situasi seperti itu ters berlangsung beberapa musim kemudian, hingga perlahan akhirnya rivalitas Persib dan Pelita mereda seiring sisi ambisius klub Ibu Kota itu mulai luntur dan kerap berpindah-pindah kota hingga berganti-ganti nama dan akhirnya 'menghilang'.**

Follow Berita Republik Bobotoh di Google News

Penulis: Taufik | Editor: M Taufik

Piksi

Berita Terkini