Erick Thohir. (PSSI)
REPUBLIK BOBOTOH - Penggunaan teknologi video assistant referee (VAR) mulai digaungkan oleh sejumlah klub Liga 1, salah satunya Persib.
Usai laga melawan PSM Makassar di pekan 24, bos Persib Bandung, Teddy Tjahjono mendukung penggunaan VAR di kompetisi kasta tertinggi di Indonesia tersebut.
Selain Teddy Tjahjono, pelatih Dewa United juga turut menyuarakan hal yang sama soal VAR.
Baca Juga : Luis Milla Butuh Kepastian Soal Venue Laga Persib vs Arema
Terkait adanya desakan penggunaan VAR di Liga 1, ketua umum PSSI Erick Thohir akan terlebih dulu memprioritaskan kesejahteraan wasit sebelum menggunakan teknologi tersebut.
"Kami akan mendorong perbaikan perwasitan, sistem pertandingan, baru hitung-hitungan VAR," ungkap Erick Thohir dikutip dari Antara.
Erick Thohir mengatakan, pendapatan wasit di Indonesia saat ini sulit untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Mantan Presiden Inter Milan inipun lantas memberikan contoh terkait pendapatan seorang wasit Liga 2 bernama Rohadi yang dibayar Rp5,5 juta per laga.
Setiap musimnya, lanjut Erick Thohir, Rohadi hanya memimpin pertandingan lima sampai tujuh kali.
Padahal, idealnya, Erick menilai wasit harus bekerja 12-15 pertandingan per musim. Rohadi pun menyokong hidupnya dengan berjualan kembang tahu.
"Dari sana, dia meraih pendapatan Rp200 ribu per bulan sementara istrinya bekerja sebagai guru PAUD untuk tambahan dengan gajinya Rp900 ribu per tahun."
"Ayolah kita memberikan empati. Jangan selalu menyalahkan wasit, wasit, wasit," kata Erick Thohir.
Erick Thohir pun meminta dengan tegas agar semua pihak tidak menjadikan wasit sebagai kambing hitam rusaknya persepakbolaan nasional.
Seluruh jajaran Komite Eksekutif (Exco) PSSI periode 2023-2027, Erick Thohir memastikan, akan berkomitmen untuk mengambil keputusan berdasarkan data dan fakta jika ada hal-hal negatif yang terjadi di sepak bola Indonesia. Mereka tidak akan menggunakan jalur kekuasaan untuk menentukan sebuah kebijakan.
"Saya mendorong empati. Kami harus mengambil keputusan dengan hati, bukan kekuasaan. Kami mesti mengambil keputusan berdasarkan data dan fakta, lalu menemukan solusi, bukan dengan menggunakan kekuasaan dan arogansi," tutur Erick Thohir.**