Bobotoh Harus Paham, Ada Pesan Baik Untuk Hadapi Ancaman Getaran Sesar Lembang

Bobotoh Harus Paham, Ada Pesan Baik Untuk Hadapi Ancaman Getaran Sesar Lembang Sesar Lembang Circle. (Raffy Faraz/RBCOM)

RBCOM - Di balik cantiknya pesona Bandung, rupanya ada sebuah ancaman geologis yang nyaris tak terdengar di ruang publik, yaitu Sesar Lembang. Patahan aktif sepanjang ±29 km di utara kota ini menyimpan ancaman di wilayah Cekungan Bandung.

Namun di balik itu, ada pesan baik yang sebenarnya bisa dipetik. Sesar Lembang Circle menjadi ruang diskusi narasi ilmiah, budaya lokal, serta aksi nyata mitigasi bencana. Kegiatan ini digelar di 1933 Dapur & Kopi, Jl. Sulanjana No.17, Tamansari, Bandung.

Dalam diskusi Sesar Lembang Circle, hadir pula Co-founder Labtek Indie, Seterhen Akbar (Saska); pegiat narasi visual dan ruang kreatif, Adi Panuntun; Peneliti Kota dan Wilayah, Zahra Khairunnisa; dan Alumni Fisika ITB, Agung Aswamedha (Atep).

Baca Juga : Takjub Dukungan Bobotoh, Patricio Matricardi: Ini Gila

Forum yang digagas oleh Agung Aswamedha sekaligus Calon Ketua Ikatan Alumni ITB Nomor Urut 01 ini bertujuan tidak hanya menyampaikan data geologis, tetapi juga membangun kesadaran publik secara menyentuh melalui dimensi sosial, budaya, dan tata ruang kota.


Yuk gabung channel whatsapp REPUBLIKBOBOTOH.COM untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Persib, Bobotoh, Liga 1, dan ragam berita menarik lainnya seputar Bandung Raya. Klik di sini (JOIN)


Diskusi tidak berhenti pada skenario terburuk bencana. Dalam sesi khusus, para pembicara mengeksplorasi pendekatan berbasis komunitas seperti kearifan lokal Smong di Aceh sebagai inspirasi membangun budaya kesiapsiagaan yang membumi dan partisipatif.

Seterhen Akbar mengingatkan bahwa membangun kultur sadar risiko sejak dini jauh lebih penting ketimbang sekadar simulasi tahunan. Menurutnya, kesadaran ini perlu dipupuk sesegera mungkin agar masyarakat lebih sadar dengan bencana.

"Mitigasi bencana bukan cuma soal simulasi dan sirene. Ini soal membangun kultur sadar risiko sejak kecil, sejak sekarang. Kalau kita bisa buat Bandung jadi kota musik, kenapa tidak bisa jadi kota sadar bencana?," kata Saska dalam diskusi tersebut.

Senada dengan itu, Adi Panuntun menekankan pentingnya kekuatan narasi populer dalam membentuk kesadaran kolektif. Ia berpendapat bahwa kampanye mitigasi semestinya bisa dikemas sekuat narasi komersial. Sehingga bisa lebih diterima publik.

Baca Juga : Sukses Menyita Perhatian Bobotoh, Zul tak Ingin Cepat Puas

"Bayangkan kalau narasi kebencanaan masuk ke musik, seni jalanan, dan pop culture. Edukasi seharusnya tidak menakutkan, tapi justru menggerakkan," ungkapnya.

Zahra Khairunnisa selaku peneliti muda di bidang perencanaan kota, menyoroti pentingnya integrasi antara data ilmiah dan pengambilan kebijakan. Ia menyatakan bahwa tantangannya bukan hanya pada patahan geologi, tapi juga pada patahan antara ilmu pengetahuan dan kebijakan publik.

"Urban planning harus berani mengakomodasi skenario terburuk, bukan sekadar mengejar proyek jangka pendek." terangnya.

Sementara itu, Atep menekankan urgensi kolaborasi semua pihak dalam membentuk ekosistem kesiapsiagaan yang menyeluruh. Ia menyampaikan bahwa Sesar Lembang bukanlah dongeng ilmiah.

"Ini nyata dan bisa terjadi kapan saja. Tapi alih-alih menakuti, kita harus mengajak semua pihak membentuk ekosistem baru: edukatif, kolaboratif, dan partisipatif," tegasnya.

Baca Juga : Batal Hadapi Persijap Jepara, Ini Lawan Pertama Persib di Super League 2025/2026

Saat ini, Kota Bandung tengah tumbuh pesat. Namun pertumbuhan tanpa mitigasi berpotensi menghadirkan risiko besar. Forum Sesar Lembang Circle hadir sebagai ruang awal untuk membangun Bandung yang resilien, bukan hanya lewat regulasi, tapi melalui keterlibatan warganya sendiri.

Dengan kolaborasi lintas jurusan dan angkatan alumni ITB, komunitas kreatif, dan para peneliti muda, acara ini diharapkan memicu inisiatif yang lebih luas, mulai dari edukasi kebencanaan berbasis komunitas, pelibatan warga dalam simulasi, hingga advokasi kebijakan tata ruang berbasis risiko.****

Follow Berita Republik Bobotoh di Google News

Penulis: Raffy Faraz | Editor: Daddy

Piksi

Berita Terkini